Minggu, 13 Maret 2011

FISIKA YANG RUMIT

Pemecah Persamaan Matematika Rumit

Saya sangat sedih melihat tidak adanya buku-buku tentang para peneliti Indonesia. Tiba-tiba saja mereka muncul di koran dan itupun hasil dari media asing. Jika kita tidak berusaha untuk menghargai mereka, yang akan jadi motivator dan panutan bagi rakyat indonesia lainnya, apakah masih mengharapkan sikap pemerintah?
Saya temukan artikel ini di Vivanews.com dan saya ingin menempelkannya di blog ini sebagai salah satu cara untuk mendokumentasikannya. Tentu saja dengan tambahan dari sana sini :D
Selamat membaca

Pemecah Persamaan Matematika Rumit itu dari Tasikmalaya


Dutch mathematician simplifies the search for oil
Mathematical research at Delft University of Technology (Netherlands) is making it easier to look for oil. Yogi Ahmad Erlangga, who receives his doctorate on Thursday 22 December, has developed a method of calculation which enables computers to solve a crucial equation much faster. In the past, this stumped oil company computers.
Terjemahannya
Matematikawan Belanda menyederhanakan pencarian minyak
Peneliti Matematika di Delft University of Technology (Belanda) telah membuat cara untuk mencari minyak lebih mudah. Yogi Ahmad Erlangga, yang menerima gelar doktor pada hari Kamis 22 Desember (2005, tambahan), telah mengembangkan metode perhitungan yang memungkinkan komputer untuk memecahkan persamaan penting jauh lebih cepat. Di masa lalu, persamaan (matematika) ini membingungkan komputer perusahaan minyak.
Inilah contoh kongkrit dari media dan pemerintah Indonesia yang “menelantarkan” pemuda-pemuda ajaibnya.
Dia lahir di Tasikmalaya, Indonesia. Usia 36 tahun. Yogi Erlangga meraih gelar doktor dari Universitas Teknologi Delft, Belanda pada usia yang terbilang muda, 31 tahun. Dia mencintai ilmu yang dibenci banyak orang, matematika. Di negeri kincir angin itu, dia dinobatkan sebagai doktor matematika terapan.
Dalam siaran pers — saat wisuda doktor Desember 2005–   Universitas Delft  sungguh bangga akan pencapaian Yogi. Siaran pers itu menyebutkan bahwa penelitian Yogi adalah murni Matematika. Dia berhasil mengembangkan suatu metode kalkulasi, yang membantu sistem komputer yang dipakai perusahaan-perusahaan minyak bekerja seratus kali lebih cepat serta akurat. Wow!
Penelitian Yogi itu didasarkan pada “Ekuasi Helhmholtz.” Bagi kalangan ilmuwan, metode ekuasi itu penting dalam mengintepretasi ukuran-ukuran akustik yang digunakan untuk mensurvei cadangan minyak.
Sebelumnya, pengukuran itu dilakukan secara dua dimensi. Namun, dalam penelitian doktoralnya, Yogi berhasil membuat metode kalkulasi yang digunakan untuk memecahkan ekuasi Helmholtz ratusan kali lebih cepat dari yang biasa.
Itulah sebabnya perusahaan-perusahaan minyak bisa memanfaatkan kalkulasi secara tiga dimensi untuk mencari cadangan minyak. Itulah sebabnya Delft yakin bahwa metode yang dikembangkan Yogi bisa mengundang daya tarik perusahaan-perusahaan minyak.
Profesor pembimbing tesis Yogi, Dr. Kees Vuik, bangga dengan kerja keras anak didiknya itu. “Berdasarkan respon-respon yang kami terima dari industri maupun universitas-universitas asing, kami yakin bahwa karya itu telah memecahkan masalah yang telah berlangsung selama tiga puluh tahun,” kata Vuik dalam siaran pers Universitas Delft.

Komentar Rekan dan Curhatnya

Peneliti asal Institut Teknologi Bandung (ITB), Khairul Ummah, menyatakan kekagumannya atas pencapaian Yogi. “Riset PhD dia cukup dahsyat, memecahkan persoalan matematika gelombang yang digunakan oleh perusahaan minyak Shell untuk mencari cadangan minyak,” tulis Khairul dalam laman blog ilmiah SEPIA yang dia kelola bersama sejumlah akademisi lain.
“Hasil riset dia [Yogi] cukup menghebohkan dunia minyak, terutama dengan kemungkinan membuat profil 3 dimensi dari cadangan minyak. Metode dia berhasil memproses data-data seismik seratus kali lebih cepat dari metode yang sekarang biasa digunakan,” tulis Khairul.
Yogi meraih gelar sarjana ilmu aeronautika dari ITB pada 1998. Kemudian dia menimba ilmu di Belanda dan meraih gelar Master (Msc) di Universitas Teknologi Delft pada 2001 di bidang Matematika Terapan.
Empat tahun kemudian, di alma mater dan disiplin ilmu yang sama, Yogi meraih gelar Doktor. Sempat mengikuti program post-doctoral di Jerman, Yogi selanjutnya tercatat sebagai Asisten Profesor bidang Matematika di Universitas Alfaisal, Arab Saudi.  Menurut data dari Universitas Alfaisal, Yogi sibuk dalam proyek penelitian aljabar linear dan analisis matriks.
Menurut Khairul, Yogi sempat merasa sedih bahwa dirinya lebih dihargai perusahaan-perusahaan asing ketimbang di Indonesia. Saat tidak ada perusahaan tanah air yang mengetahui karyanya, Yogi malah gencar didekati sejumlah perusahaan top dunia.
“Setelah hasil dia dipublikasikan, maka dia mendapat kontak dari Schlumberger untuk menindaklanjuti hal itu. Shell tentu saja sudah memakainya.
Bahkan di Belanda dia diliput oleh media massa, juga media TV Belanda berencana mewawancarainya (tapi dia keburu pingin pulang, jadi tidak sempat). Jelas hal ini menunjukkan potensi ekonomi luar biasa dari algoritma matematik yang dia temukan,” tulis Khairul di blognya.
Di laman blog SEPIA, Mei 2006, Yogi mencurahkan uneg-unegnya atas tiadanya perhatian perusahaan-perusahaan asal Indonesia kepada karyanya. “Dari bangsa ini, sudah banyak yang memberikan kontribusinya masing-masing pada dunia keilmuan yang digelutinya. Sayangnya bangsa kita belum terbiasa untuk menghargai hasil karya keilmuan mereka,” tulis Yogi.
Dia mencontohkan, tahun 1970, Indonesia, Malaysia, Korea, China were nothing [sama-sama tidak ada apa-apanya]. Tahun 1980, Korea became something. Tahun 1990 Malaysia started to be something. “Sekarang, China is everything. Unfortunately, we are still nothing, sadly speaking,” tulis Yogi.
Namun, dia yakin bahwa masih banyak anak bangsa yang akan merasa bangga jika mereka menghasilkan segala prestasi terbaiknya di negeri sendiri dan untuk kejayaan bangsanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar